Sunday, June 30, 2013

Dari Buku GERWANI Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan, Bukan Resensi Buku, tapi sekedar Refleksi



Pertama tertarik buku ini jelas karena judulnya yang sedikit provokatif  dan abu-abu. Reformasi tidak serta menghapuskan ingatan masyarakat akan komunisme dan sepak terjangnya yg sudah mendarahdaging dan  terindoktrinasi lewat pelajaran PMP, Penataran P4 dan tentu saja film Pemberontakan G30S/PKI. Tapi alasan yang lebih kuat, saya tertarik pada nama Plantungan yang pernah menjadi tempat kemah dan hiking masa jadi pandu di SMA dulu. Yang saya tahu dulu itu penjara bagi anak2 negara (yang katanya nakal), itu saja.

Dan memang para narasumber dalam  buku ini ternyata sangat fasih menggambarkan alam dan kondisi kamp serta Plantungan pada umumnya. Plantungan, nama satu daerah yang terletak di barat daya Kabupaten Kendal, merupakan daerah yg sejuk (bahkan super dingin pada saat malam) berada di kaki gunung Slamet  Tidak jauh berbeda dengan yang saya lihat pada masa lalu. Hijau, dingin, penuh batuan tektonik, air terjun dan tentu saja.... misterius.

Ternyata buku yang aslinya adalah disertasi doktoral di universitas Indonesia ini, jauh dari kesan seram komunisme, karena penulis buku tersebut ternyata juga tidak mempropagandakan ideologi komunis yang terlanjur dicap sebagai golongan tak bertuhan, menghalalkan segala cara, tak beradab dan haus darah. Terlebih gambaran tentang Gerwani yang ditelanjangi habis-habisan sebagai representasi wanita penyokong komunis yang doyan pesta, hura-hura dan sadis. Buku ini bahkan jujur menggambarkan sikap dan sifat adanya sebagian rekan-rekan Tapol  yang oportunis, mau menjual harga dirinya demi sedikit previlege dan kebebasan, meski itu berarti harus menjadi cecunguk dan juga gundik dari petugas kamp.

Satu hal yang sangat menyentuh adalah, bahwa tidak semua dari mereka sebenarnya benar-benar bersalah, ada juga yang sekedar ikut-ikutan atau yang paling tragis adalah korban salah tangkap. Komunisme pada saat itu benar-benar menjadi wabah mematikan nomor satu. Sekali anda memenuhi undangan rapat, dan daftar hadir tersebut ternyata adalah penyelenggaranya partai yang kemudian dinyatakan terlarang, tamat sudah riwayat anda. Atau ada orang yang sirik dan benci dengan anda, mudah sekali memfitnah anda sebagai (simpatisan) komunis dan mengirim anda ke kamp tanpa pengadilan, apalagi jika orang tersebut punya akses ke aparat keamanan.

Dari buku tersebut juga terbaca, bahwa Pancasila sebagai sebuah ideologi seringkali hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan. Karena mereka yang seharusnya mengajarkan, justru mempraktekkan hal-hal yang sangat bertentangan dengan kelima sila dan 36 butir-butir pengamalannya (ada yang masih ingat?). Cara-cara interograsi dan pemberian hukuman sungguh jauh dari kata beradab dan bertentangan dengan bangsa yang katanya sangat menghargai wanita. Tak perlu dideskripsikan disini, yang jelas sangat menjijikkan dan sungguh membuat mual membacanya.

Paradoks. Disatu sisi mendoktrinkan Pancasila yang adiluhung, disatu sisi mempraktekkan tindakan yang tidak berprikemanusiaan yang adil dan beradab. Begitu jidatnya terstempel komunis, itu berarti manusia itu bukan lagi manusia, tetapi benda hidup yang bisa diperlakukan apa saja. Jadi wajar jika diperlakukan tanpa perikemanusiaan, karena sudah dianggap bukan manusia lagi. Plantungan yang pada jaman Belanda didesain menjadi pusat pengobatan bagi penderita kusta/lepra, pada jaman Orba disulap menjadi pusat rehabilitasi penderita lepra politik berjenis marxis-komunis. Dan "sejarah selalu ditulis oleh para pemenang".

Adagium kedua "Sejarah selalu berulang". Meski tidak pernah sama persis, sejarah selalu berulang dalam wujud, tempat, ideologi dan aktor yang berbeda. Hitler pastilah akan disandingkan dengan Julius Cesar dalam hal ambisinya menguasai Eropa, termasuk simbol-simbol yang digunakan. Imperium Jerman adalah copy paste dari Imperium Romawi. Fatwa perang Goerge Bush ke Irak, tak dapat dipungkiri adalah upaya imperialisme modern dengan semboyan semboyan  3G (Gold, Glory, God) juga. Perang melawan terorisme dan Saddam Husein adalah panggilan suci.   Perang akan selalu terjadi, dengan motif yang ujung-ujungnya sebenarnya atas nama  ekonomi dan harta duniawi...

Kini komunisme memang kurang relevan untuk menjadi barang dagangan, seiring dengan runtuhnya USSR, Paman Ho dan Paman Mao yang makmur dan mulai senang berdagang dan sangat kapitalis secara ekonomi, Kuba menjadi olok-olok karena tak lebih dari musium hidup tahun 50-60an, Korea Utara yang komunis totok menjadi cermin buruk dengan kemiskinan dan kelaparan, terlebih jika dibandingkan dengan saudaranya di semenanjung selatan yang sejahtera, modern,  gemerlap dan ceria sebagaimana senyum boyband dan girlband-nya. Korean waves era.

Hak asasi manusia juga kurang laku diperdagangkan, karena membutuhkan orang-orang yang kuat mental dan berani mati seperti Munir. Pelakunya juga semakin berkurang seiring menguatnya peran sipil dalam tata kelola pemerintahan dan yang paling penting, jarang yang mau bersentuhan dengan orang-orang dan institusi bersenjata.. Resikonya sudah sangat jelas. Korupsi jelas menjadi isu yang sangat seksi di jaman reformasi kini. Kebangkrutan bangsa ini diyakini akibat dari budaya dan tindakan koruptif. Definisi korupsi juga semakin diperlebar, bukan saja bagi mereka yang merugikan keuangan negara, tetapi yang memperkaya diri sendiri. Mungkin dengan definisi yang pertama, aparat penegak hukum agak sulit menjerat. Dapat dimaklumi jika kemudian angka-angka uang yang kembali ke kas negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat menjadi tidak terlalu penting. Jangan-jangan biaya untuk penyelidikan, penyidikan, peradilan dan penghukuman kasus korupsi jauh lebih besar ketimbang uang yang bisa diselamatkan dan kembali ke kas negara...


Sama seperti di Plantungan dulu, proses pemberantasan korupsi juga rentan dengan tindakan-tindakan yang justru berbau korupsi. Ironis. Dengan kekuasaan yang dimiliki saat ini, membidik mereka yang menyalahgunakan kekuasaan, sangatlah mudah. Terlebih membidik eksekutif dan legislatif yang secara fisik tidak memiliki sumber daya, dan yang paling penting, they have no espirit de corps, mudah dipecah belah. Praktek-praktek korupsi, dari jaman purba sampai sekarang motif dan modusnya tidak berubah, teknologi dan kemasannya saja yang berbeda. Tanpa bermaksud mengkambinghitamkan "sistem", proses dan siklus anggaran kita sangat rentan dari tindakan koruptif, meski tidak semuanya mempunyai motif korupsi, setiap ketidaktahuan, mal-administrasi pun bisa berakibat fatal.

Saat ini kita beramai-ramai dan kompak meneriakkan korupsi, tanpa menyadari bahwa sehari-hari kita banyak mengambil hak orang lain. Mengambil hak orang lain dan merugikan orang lain, bukankah itu esensi utama korupsi? Sekedar aktivitas sehari-hari yg biasa kita lakukan dan kita temukan (hanya) di Indonesia: menyerobot lampu merah, menyerobot trotoar buat dagang, dateng telat ke kantor, nyontek waktu ujian, 86 ketika ke gap polantas, beli tiket bola kriting di stadion, nyedot lagu dan film habis2an dari internet atau beli dvd bajakan di kaki lima, darmaji (dahar 5 ngaku hiji alias makan lima ngakunya satu), ngasih pelicin buat masuk kerja, ngasih tip buat petugas kelurahan,  dan masih banyak lagi perilaku koruptif kita...

Kita gak usah bicara tentang aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan, tetapi justru mempraktekkan korupsi terhadap tersangka dengan memperjualbelikan pasal. Diri kita sendiri yang terkadang jijik dan marah dengan perilaku koruptif "selebritis" ala Gys, DS, AF dll ternyata juga mempraktekkannya dalam kehidupan sehari2...

Tulisan ini jauh dari  maksud menyamakan antara komunisme dan korupsi. Sekedar refleksi saja,  bahwa euforia saat ini sangat banyak yang bermain2 dan menikmati "gerakan anti korupsi" dengan perilaku yang sangat koruptif.
 

Plantungan mungkin tinggal sejarah, tapi sejarah selalu berulang.
Salam.

1 comment:

  1. sebelumnya salam kenal kak
    saya danung mahasisma musik UNY.
    maaf kak koreksi... plantungan bukan di kaki gunung Slamet. melainkan Gn. Perahu/Prau. kebetuluan tmpat trsebut berjarak 2,5 km dr rumah saya n yg khas dr tmpat trsebut adlh adanya sumber air hangat di sungai Lampir sebelah Lapas..
    saya sngat trtarik dg buku tersebut..nyesel kmaren dtg ke jogja book fair gx bwa uang lbih..hehe
    pas udh bwa uang eh bku nya dh abis...hehe curhat...
    sekian dr sya
    salam...

    ReplyDelete