Wednesday, June 26, 2013

Heroisme TKI



Entah kenapa, ada perasaan berbeda ketika akan memasuki negeri jiran satu ini. Meski satu rumpun, kondisi saat ini mereka jadi tetangga yang lebih kaya dan makmur. Berita di media yang penuh aroma konfrontatif juga semakin membuat sugesti pasti akan menyebalkan dan mendapatkan perlakuan kelas dua disana. Pasrah. Karena pastilah saya akan masuk dalam strata tenaga kerja indonesia, kelompok yang distigmakan sebagai pekerja kasar dan lebih banyak yang ilegal (mereka bilang haram), padahal senyatanya banyak juga tenaga kerja dari Indonesia sebagai pekerja  profesional dan kerah putih (white collar) yang bekerja disana, seperti dosen dan peneliti di universitas dan lembaga-lembaga kerajaan Malaysia.

Berdiri di konter imigresen (begini mereka nulisnya) Sultan Iskandar Johor Baru adalah mulanya. Melintas dari Singapura dengan menggunakan bis Singapore-Johor Ekspress dengan tujuan terminal bis Larkin Johor Baru, berbarengan dengan para pekerja yang entah mereka bekerja di Singapura atau memang mau bekerja di Malaysia, karena selain bis antar kota antar negara seperti SJE, atau Causewaylink (yang warna bisnya mirip Bumble Bee di film fiksi Hollywood: Transformer), atau bis kota nomor 170, ternyata ada juga bis-bis warna biru khusus untuk pekerja. Wow....  Dan ternyata proses di imigrasi sangat cepat bin ekspress. Tidak banyak tanya ini itu, cenderung cuek dan ang penting.... so welcome

Di terminal Larkin, sambil menunggu pemberangkatan bis yang masih empat jam lagi (saya sengaja cari bis dengan pemberangkatan tengah malam, dengan harapan sampai KL agak siangan dan bisa langsung check in ke Hotel). Saya pergunakan untuk jalan-jalan didalam terminal. Situasinya gak jauh beda dengan terminal-terminal di Indonesia. Calo maupun layout terminalnya, dan terutama toiletnya...... it’s worst. Yang sedikit membedakan mungkin mesjidnya yang lumayan besar, bersih dan sangat terawat, dan juga tempat makannya di sudut timur yang sangat ramah, humble dan relatif murah dengan kualitasnya yang lumayan memadai. Rumah makan Nasi Kandar kalau tidak salah namanya...

Ternyata terminal ini sangat strategis dan menjadi favorit para pekerja Indonesia yang akan ke KL melalui Singapura. Ya.. lumayan bisa menghemat jika kita ke KL dari Johor ketimbang langsung pakai bis dari Singapura. Ada yang aneh dalam kurs SGD dan MYR... Mereka suka menyamakan nilai tukar kedua mata uang tersebut. Artinya satu SGD terkadang suka dianggap sama dengan satu MYR, padahal nilai tukar rupiah terhadap SGD adalah sekitar 7800, dan terhadap MYR adalah sebesar kurang lebih 3400. Hampir setengahnya bukan? Nah ini.... Naik bis dari Singapura ke KL maupun dari Johor ke KL adalah sama-sama 30, namun jika dari Singapura currencynya adalah dollar singapura atau SGD, sedangkan kalau dari Johor tentu saja pakai ringit malaysia atau MYR.  Ini berarti bahwa  naik bis dari Singapura (bisa dari Harbourfront) ke KL ongkosnya adalah sekitar Rp 234.000, sedangkan dari Johor ke KL adalah sekitar Rp 102.000. Jika ditambah dangan ongkos bis dari Singapura (dari Terminal Queen Street deket Stasiun MRT Bugis) sebesar 4 SGD atau Rp 31.500, berarti ada selisih  Rp 234.000 – (Rp 102.000 + Rp 31.500) = Rp 105.000. Lumayan bukan? Apalagi jika kita bebergian sekeluarga, seperti saya yang berlima, berarti bisa menghemat sekitar Rp 500.000.

Walhasil, saya banyak menemukan para TKI di dalam terminal ini.  Termasuk serombongan remaja putri seumuran belasan yang saya fikir mereka adalah rombongan turis dari Indonesia yang diantar agennya sampai naik bis... Ternyata mereka adalah TKW. Cuti kata orang Malaysia untuk liburan bagi para pekerja. Sungguh hebat mereka mengadu nasib ke tempat jauh dari kampung halamannya dalam usia yang sangat muda. Usia yang sebenarnya menurut saya mereka masih ada di bangku  SMA atau setidaknya kuliah di semester-semester awal. Usia yang kalau di kota-kota besar lebih banyak dihabiskan dengan nongkrong, chatting, kongkow-kongkow di mall, dan tentu saja hanya menghabiskan uang gaji orang tua.

Rombongan pahlawanita (genderisasi?) devisa ini berjumlah kurang lebih 10 orang, artinya sepertiga dari kapasitas penumpang bis double decker in. Selain itu ada beberapa TKI pria dewasa yang juga naik dari Larkin dan ada dalam bis tingkat warna biru ini. Terlihat dari obrolan dengan sesama mereka, kelihatannya mereka berasal dari daerah Jawa Tengah bagian selatan, mungkin sekitar daerah Banyumas atau Kedu kalau dilihat dari dialeknya. Namun ketika mereka menelepon seseorang dan melaporkan keberadaannya, kelihatannya majikannya di Malaysia, bahasa yang dipakainya berubah menjadi dialek Bahasa versi semenanjung. Ini artinya mereka memang bukan baru pertama kali datang...

Selama perjalanan mereka tidak banyak berbicara. Mungkin capai karena menempuh perjalanan jauh, atau mungkin juga perjalanan JB ke KL ini bukan sesuatu yang perlu dinikmati, karena memang sepanjang perjalanan sebagian besar memang lewat jalan tol. Mirip jalan tol Bandung-Jakarta, tetapi ini lebih membosankan sebenarnya, karena sebagian besar melewati deretan tanaman sawit yang mungkin pekerjanya para TKI juga. Beda dengan saya yang baru pertama kali menikmati travelling ke semenanjung Malaya, coba menahan kantuk sambil menikmati kenyamanan bis double decker warna biru yang sepanjang perjalanan bolak-balik muter lagu rock dengan cengkok melayu....

Sebelum KL, bis berhenti dua kali untuk menurunkan penumpang. Satu kali di Seremban, ini mungkin daerah penyangga Kotaraya Kuala Lumpur, mungkin seperti Tangerang atau Bekasi kalau untuk Jakarta dan sekali lagi berhenti  di Bandar Tasik Selatan atau lebih dikenal dengan akronim BTS. Hampir seluruh penumpang, termasuk rombongan TKI tersebut berhenti di sini. O... ternyata BTS ini semacam Terminal Antar Moda atau bahasa mereka adalah Terminal Bersepadu Selatan, sehingga mereka yang akan melanjutkan perjalanan ke seluruh penjuru KL dapat berganti moda transportasi sesuai tujuan dan keinginan. Boleh nak pakai KL Monorail, Raid KL, atau KLIA Ekspres atau mungkin juga Bas. Suka-suka....

Dan ketika bis ini mulai meneruskan perjalan lagi ke Puduraya KL,  menyisakan  kami dan sekitar 3 orang lagi penumpang, perasaan inferior sebagai bangsa kuli di negeri orang, seketika luruh. Pertama,  ternyata respek penduduk nehgeri jiran ini tak seseram apa yang saya dengar di media. Setidaknya perlakuan mereka kepada saya yang sok-sokan jadi turis dan kepada mereka yang akan bekerja serta berstatus TKI, tak berbeda dengan perlakuan kepada penumpang bis pribumi. Yang kedua, dan ini poin terpenting, rombongan pekerja tersebut ternyata benar-benar pahlawan sejati, bukan saja menghasilkan devisa bagi negara, kucuran uang hasil memeras keringat di negeri petrodollar ini dipastikan akan menggerakan perekonomian kampungnya. Mereka hanya sedikit dari sekitar 1,9 juta orang TKI di Malaysia (ini data resmi BNP2TKI sebagaimana dirilis oleh detik.com, mungkin jumlah dilapangan bisa lebih besar dari itu)  yang bersedia menukar keindahan rayuan pulau kelapa dengan kerasnya kehidupan di negeri orang dengan limpahan ringgit dalam usia yang sedemikian muda. Setidaknya mereka berbahagia dengan kehidupan di negeri jiran ini, meski merendahkan diri sebagai bangsa pekerja dibawah perintah majikan negeri tetangga. Bagi saya itu sungguh terhormat dan membanggakan ketimbang bekerja di negeri sendiri, dengan status merdeka, namun terjajah oleh faham feodalisme yang menghamba pada pangkat, jabatan dan kedudukan. Ditambah dengan predator-predator yang tanpa ampun akan memeras dan mencekik semua yang kita miliki. Sama seperti mereka yang terkadang justru memperoleh perlakukan buruk di negeri sendiri, tanpa respek dan stereotip negatif terhadap TKI/TKW. Pepatah “Lebih baik hujan batu di negeri sendiri ketimbang hujan emas di negeri orang”, menurut saya sudah sangat usang dan harus disimpan dibawah karpet, terlebih jika batu-batu tersebut sengaja diciptakan oleh bangsa sendiri... Terjajah oleh bangsa sendiri? Enggak banget...

Tepat ketika batere hape yang saya pakai sebagai media untuk menuliskan catatan ini habis, gedung-gedung tinggi di KL menyambut saya. Gedung-gedung yang tidak mungkin ada tanpa keringat para pekerja hebat dari Indonesia. Benar kata Anwar Ibrahim, bahwa Malaysia berhutang pada Indonesia. Para TKI, Anda benar-benar pahlawan, setidaknya bagi anda dan keluarga anda sendiri....

13 Juni 2013, Diatas Bis antara JB-KL...

No comments:

Post a Comment