Entah kenapa, ada perasaan berbeda ketika akan
memasuki negeri jiran satu ini. Meski satu rumpun, kondisi saat ini mereka jadi
tetangga yang lebih kaya dan makmur. Berita di media yang penuh aroma
konfrontatif juga semakin membuat sugesti pasti akan menyebalkan dan
mendapatkan perlakuan kelas dua disana. Pasrah. Karena pastilah saya akan masuk
dalam strata tenaga kerja indonesia, kelompok yang distigmakan sebagai pekerja
kasar dan lebih banyak yang ilegal (mereka bilang haram), padahal senyatanya
banyak juga tenaga kerja dari Indonesia sebagai pekerja profesional dan kerah putih (white collar) yang bekerja disana,
seperti dosen dan peneliti di universitas dan lembaga-lembaga kerajaan
Malaysia.
Berdiri di konter imigresen (begini mereka
nulisnya) Sultan Iskandar Johor Baru adalah mulanya. Melintas dari Singapura
dengan menggunakan bis Singapore-Johor Ekspress dengan tujuan terminal bis
Larkin Johor Baru, berbarengan dengan para pekerja yang entah mereka bekerja di
Singapura atau memang mau bekerja di Malaysia, karena selain bis antar kota
antar negara seperti SJE, atau Causewaylink (yang warna bisnya mirip Bumble Bee
di film fiksi Hollywood: Transformer), atau bis kota nomor 170, ternyata ada juga bis-bis warna
biru khusus untuk pekerja. Wow.... Dan
ternyata proses di imigrasi sangat cepat bin ekspress. Tidak banyak tanya ini
itu, cenderung cuek dan ang penting.... so
welcome
Di terminal Larkin, sambil menunggu pemberangkatan
bis yang masih empat jam lagi (saya sengaja cari bis dengan pemberangkatan
tengah malam, dengan harapan sampai KL agak siangan dan bisa langsung check in
ke Hotel). Saya pergunakan untuk jalan-jalan didalam terminal. Situasinya gak
jauh beda dengan terminal-terminal di Indonesia. Calo maupun layout
terminalnya, dan terutama toiletnya...... it’s
worst. Yang sedikit membedakan mungkin mesjidnya yang lumayan besar, bersih
dan sangat terawat, dan juga tempat makannya di sudut timur yang sangat ramah,
humble dan relatif murah dengan kualitasnya yang lumayan memadai. Rumah makan
Nasi Kandar kalau tidak salah namanya...
Ternyata terminal ini sangat strategis dan menjadi
favorit para pekerja Indonesia yang akan ke KL melalui Singapura. Ya.. lumayan
bisa menghemat jika kita ke KL dari Johor ketimbang langsung pakai bis dari
Singapura. Ada yang aneh dalam kurs SGD dan MYR... Mereka suka menyamakan nilai
tukar kedua mata uang tersebut. Artinya satu SGD terkadang suka dianggap sama
dengan satu MYR, padahal nilai tukar rupiah terhadap SGD adalah sekitar 7800,
dan terhadap MYR adalah sebesar kurang lebih 3400. Hampir setengahnya bukan?
Nah ini.... Naik bis dari Singapura ke KL maupun dari Johor ke KL adalah
sama-sama 30, namun jika dari Singapura currencynya
adalah dollar singapura atau SGD, sedangkan kalau dari Johor tentu saja pakai
ringit malaysia atau MYR. Ini berarti
bahwa naik bis dari Singapura (bisa dari
Harbourfront) ke KL ongkosnya adalah sekitar Rp 234.000, sedangkan dari Johor
ke KL adalah sekitar Rp 102.000. Jika ditambah dangan ongkos bis dari Singapura
(dari Terminal Queen Street deket Stasiun MRT Bugis) sebesar 4 SGD atau Rp
31.500, berarti ada selisih Rp 234.000 –
(Rp 102.000 + Rp 31.500) = Rp 105.000. Lumayan bukan? Apalagi jika kita bebergian
sekeluarga, seperti saya yang berlima, berarti bisa menghemat sekitar Rp
500.000.
Walhasil, saya banyak menemukan para TKI di dalam
terminal ini. Termasuk serombongan
remaja putri seumuran belasan yang saya fikir mereka adalah rombongan turis
dari Indonesia yang diantar agennya sampai naik bis... Ternyata mereka adalah
TKW. Cuti kata orang Malaysia untuk liburan bagi para pekerja. Sungguh hebat
mereka mengadu nasib ke tempat jauh dari kampung halamannya dalam usia yang
sangat muda. Usia yang sebenarnya menurut saya mereka masih ada di bangku SMA atau setidaknya kuliah di
semester-semester awal. Usia yang kalau di kota-kota besar lebih banyak
dihabiskan dengan nongkrong, chatting, kongkow-kongkow di mall, dan tentu saja
hanya menghabiskan uang gaji orang tua.
Rombongan pahlawanita (genderisasi?) devisa ini
berjumlah kurang lebih 10 orang, artinya sepertiga dari kapasitas penumpang bis
double decker in. Selain itu ada beberapa TKI pria dewasa yang juga naik dari
Larkin dan ada dalam bis tingkat warna biru ini. Terlihat dari obrolan dengan
sesama mereka, kelihatannya mereka berasal dari daerah Jawa Tengah bagian
selatan, mungkin sekitar daerah Banyumas atau Kedu kalau dilihat dari
dialeknya. Namun ketika mereka menelepon seseorang dan melaporkan keberadaannya,
kelihatannya majikannya di Malaysia, bahasa yang dipakainya berubah menjadi
dialek Bahasa versi semenanjung. Ini artinya mereka memang bukan baru pertama
kali datang...
Selama perjalanan mereka tidak banyak berbicara.
Mungkin capai karena menempuh perjalanan jauh, atau mungkin juga perjalanan JB
ke KL ini bukan sesuatu yang perlu dinikmati, karena memang sepanjang perjalanan
sebagian besar memang lewat jalan tol. Mirip jalan tol Bandung-Jakarta, tetapi
ini lebih membosankan sebenarnya, karena sebagian besar melewati deretan
tanaman sawit yang mungkin pekerjanya para TKI juga. Beda dengan saya yang baru
pertama kali menikmati travelling ke semenanjung Malaya, coba menahan kantuk
sambil menikmati kenyamanan bis double
decker warna biru yang sepanjang perjalanan bolak-balik muter lagu rock dengan
cengkok melayu....
Sebelum KL, bis berhenti dua kali untuk menurunkan
penumpang. Satu kali di Seremban, ini mungkin daerah penyangga Kotaraya Kuala
Lumpur, mungkin seperti Tangerang atau Bekasi kalau untuk Jakarta dan sekali lagi
berhenti di Bandar Tasik Selatan atau lebih
dikenal dengan akronim BTS. Hampir seluruh penumpang, termasuk rombongan TKI
tersebut berhenti di sini. O... ternyata BTS ini semacam Terminal Antar Moda
atau bahasa mereka adalah Terminal Bersepadu Selatan, sehingga mereka yang akan
melanjutkan perjalanan ke seluruh penjuru KL dapat berganti moda transportasi
sesuai tujuan dan keinginan. Boleh nak pakai KL Monorail, Raid KL, atau KLIA
Ekspres atau mungkin juga Bas. Suka-suka....
Dan ketika bis ini mulai meneruskan perjalan lagi
ke Puduraya KL, menyisakan kami dan sekitar 3 orang lagi penumpang,
perasaan inferior sebagai bangsa kuli di negeri orang, seketika luruh.
Pertama, ternyata respek penduduk
nehgeri jiran ini tak seseram apa yang saya dengar di media. Setidaknya
perlakuan mereka kepada saya yang sok-sokan jadi turis dan kepada mereka yang
akan bekerja serta berstatus TKI, tak berbeda dengan perlakuan kepada penumpang
bis pribumi. Yang kedua, dan ini poin terpenting, rombongan pekerja tersebut
ternyata benar-benar pahlawan sejati, bukan saja menghasilkan devisa bagi
negara, kucuran uang hasil memeras keringat di negeri petrodollar ini
dipastikan akan menggerakan perekonomian kampungnya. Mereka hanya sedikit dari
sekitar 1,9 juta orang TKI di Malaysia (ini data resmi BNP2TKI sebagaimana
dirilis oleh detik.com, mungkin jumlah dilapangan bisa lebih besar dari itu) yang bersedia menukar keindahan rayuan pulau
kelapa dengan kerasnya kehidupan di negeri orang dengan limpahan ringgit dalam
usia yang sedemikian muda. Setidaknya mereka berbahagia dengan kehidupan di
negeri jiran ini, meski merendahkan diri sebagai bangsa pekerja dibawah
perintah majikan negeri tetangga. Bagi saya itu sungguh terhormat dan
membanggakan ketimbang bekerja di negeri sendiri, dengan status merdeka, namun
terjajah oleh faham feodalisme yang menghamba pada pangkat, jabatan dan
kedudukan. Ditambah dengan predator-predator yang tanpa ampun akan memeras dan
mencekik semua yang kita miliki. Sama seperti mereka yang terkadang justru
memperoleh perlakukan buruk di negeri sendiri, tanpa respek dan stereotip
negatif terhadap TKI/TKW. Pepatah “Lebih baik hujan batu di negeri sendiri
ketimbang hujan emas di negeri orang”, menurut saya sudah sangat usang dan
harus disimpan dibawah karpet, terlebih jika batu-batu tersebut sengaja
diciptakan oleh bangsa sendiri... Terjajah oleh bangsa sendiri? Enggak banget...
Tepat ketika batere hape yang saya pakai sebagai
media untuk menuliskan catatan ini habis, gedung-gedung tinggi di KL menyambut
saya. Gedung-gedung yang tidak mungkin ada tanpa keringat para pekerja hebat
dari Indonesia. Benar kata Anwar Ibrahim, bahwa Malaysia berhutang pada
Indonesia. Para TKI, Anda benar-benar pahlawan, setidaknya bagi anda dan
keluarga anda sendiri....
13 Juni 2013, Diatas Bis antara JB-KL...
No comments:
Post a Comment