Saturday, June 29, 2013

Kematian Orang-orang Baik

Beberapa waktu lalu kita kehilangan salah satu ustad muda yang  fenomenal, ustad Jeffry Al Bukhari. Role model yang pas untuk dakwah dikalangan anak muda. Ketika kita disuguhkan dengan metode dan model dakwah yang konvensional, beliau hadir dengan paket yang komplit dan lengkap. Masa lalu yang gelap justru menjadikan bahan dakwah yang nyata, tidak berasal dari katanya. Dan yang paling penting, pesan yang disampaikan oleh almarhum adalah bahwa semua orang bisa berubah selama yang bersangkutan mau merubahnya. 

Tak pelak semua hal tentang beliau menjadi santapan media media massa untuk dieksploitasi habis-habisa, semua hal yang bisa menaikkan oplah dan rating, dari berbagai macam sudut. Termasuk ulah oknum yang memanfaatkan meninggalnya beliau dengan berita dan gambar hoax tentang awan bergambar anak kecil yang sedang berdoa. Yah.. apapun itu, saya yakin bukan karena ekspos media maka pelayat dan pentakziah datang berduyun-duyun bukan saja saat mengantarkan ke peristirahatan terakhir, tetapi juga ketika ritual tahlian selama satu minggu penuh, dan juga ketika 4o harian. Tetapi saya meyakini bahwa beliau  memang orang baik dan menjadi panutan ummat, so semua penghormatan adalah tepat dan layak.

Saya jadi ingat, bahwa konon orang-orang baik justru dipanggil seringkali dipanggil terlalu cepat oleh Tuhan (tetapi, tetap saja semua rahasia Allah SWT kan?). Namun, ukuran baik buruk pada akhirnya juga menjadi relatif. Bagi sekelompok masyarakat dan terutama pendukungnya, tentu saja akan menjadi pahlawan, dan bagi masyarakat lainnya (terutama musuh-musuhnya) bisa jadi menjadi pecundang. Terlalu banyak contoh seperti itu dalam sejarah maupun legenda. Rahwana bagi mereka penggemar epos Ramayana (terutama daratan Hindustan) adalah pecundang dan musuh yang harus ditumpas, namun bagi orang Srilangka Tamil Rahwana adalah pahlawan dan ksatria pembela tanah air dari serbuan Rama cs. Contoh ekstrim, Westerling adalah penjahat perang bagi masyarakat Makasar dan Bandung dengan Angkatan Perang Ratu Adilnya yang  haus darah. Apa mau dikata, pemerintah Belanda dengan segala upaya melindunginya sebagai veteran dan pahlawan perang yang berupaya menegakkan panji-panji kerajaan orange di tanah jajahannya.

Gravillo Princip adalah patriot bagi masyarakat Serbia, meski dia adalah penyulut Perang Dunia I yang memakan puluhan juta orang dengan menembak putra mahkota Austria-Hungaria, Franz Ferdinand dan istrinya di Sarajevo. Deretan gentong abu jenazah di Kuil Yazukumi di Jepang juga dengan diam-diam kunjungi dan disakralkan oleh para petinggi pemerintahan dan kekaisaran Jepang meski oleh negara-negara tetangganya yang pernah merasakan serbuan tentara Dai Nippon di perang dunia II mereka tak lebih para penjahat perang. Dari negeri sendiri, Gajah Mada, mahapatih dari Majapahit atau Sultan Agung Hanyakrakusuma, sultan pertama Mataram Islam, adalah pahlawan bangsa dengan politik integrasi nusantaranya, namun bagi sebagian masyarakat (Sunda katakanlah) mereka adalah musuh besar. Dan masih banyak kalau mau dijajarkan disini contoh-contoh tersebut....

Dalam era modern, kematian orang besar bukan saja berada dalam pendulum baik buruk, tetapi berada dimana kematian tersebut dalam karir seseorang. Kut Cobain tidak akan selegenda ini kalau dia tidak menembakkan revolver di kepalanya dalam usia muda. Elvis Presley, John Lennon, Bruce Lee, Michael Jackson tidak akan lebih besar dari ini kalau tidak meninggal di puncak ketenarannya. Contoh di Indonesia mungkin penyanyi pop Nike Ardilla yang masih dipuja oleh sebagian penggemar fanatiknya. Komodifikasi dan publikasi menambah popularitas mereka ketia sudah di alam baka...

So, seorang penjahatpun pada dasarnya masih punya kesempatan untuk mendapatkan penghormatan ketika dia mati. Terlebih di negeri ini, ketika benar dan salah sangat relatif tergantung penafsiran sekelompok orang (dan biasanya yang punya kuasa baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif). Negeri yang penuh dengan ironi... Seorang yang bicara di depan forum sosialisasi, penyuluhan atau diskusi tentang hukum, tak jarang dia paling sering melanggar hukum karena tahu celah-celah mana yang bisa dihindari. Orang yang paling kenceng bicara tentang anti korupsi dan merasa paling bersih, ternyata rakus memakan uang negara. Benar kata falsafah, ketika kita menunjuk (menuduh) seseorang dengan telunjuk kita, ternyata tiga jari menunjuk ke diri sendiri...

Ah... kematian tetap saja rahasia Tuhan. Menjadi orang baik, tidak perlu persepsi orang lain di negeri ini. Lakukan yang terbaik apa yang menurut kita baik, bermanfaat bagi orang lain dan tidak mencelakai orang lain. Itu lebih dari cukup. Toh, seberapapun orang yang mengantar kita ke liang lahat, setinggi apapun jabatan kita, sebanyak apapun harta kita, kita cuma dibekali oleh baju paling laku didunia (karena tidap hari pasti ada yang beli) yaitu kafan dan tentu saja tiga hal utama: doa anak yang sholeh, ilmu yang bermanfaat dan amal jariah kita... Tiga hal yang akan menjadi pengacara kita di pengadilan akhirat nanti.


(Epilog: Andai ku tahu kapan ajalku...)


 


 

No comments:

Post a Comment