Tiap orang pasti punya makanan
favorit, terkadang bisa jadi itu resep rahasia keluarga yang terkunci dalam
botol bersegel, yang mungkin tidak ada dalam menu restoran manapun. Tidak
selalu mahal, mungkin hanya berupa sambal atau lauk sederhana. Seperti menu
favorit saya ini, sambel tempe. It’s so simple cuisine... Seperti menu-menu
rakyat kecil lainnya, saya menduga-duga menu ini tercipta dari keprihatinan
keluarga kami dulu. Ketika protein hewani tak terbeli, tempe menjadi bahan
paling rasional untuk dijangkau dan dijadikan bahan makanan.
Tempe ini menurut para ahli lebih
otentik nusantara ketimbang tahu yang berasal dari daratan Cina. Wikipedia
mendeskripsikan tempe sebagai makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji
kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh.
Oryzae, Rh. Stolonifer (kapang
roti) atau Rh. Arrhizus. Sediaan
fermentasi ini secara umum dikenal sebagai “ragi tempe”.
O ya.. tempe ini memang pada
dasarnya makanan favorit saya. Mau diapa-apain, itu lebih menarik ketimbang
yang lainnya, dibikin sayur oke, jadi mendoan sedap, jadi kripik pasti mantap,
dan selalu enak kalau dibikin oseng-oseng pedas... Meski ini simbol makanan
proletar, saya tak merasa rendah diri. Bahkan mungkin sebenarnya asumsi ini
harus dikoreksi, karena siapapun tahu bahwa bahan dasar tempe ini adalah
kedelai (glicine soja) yang sebagian
besar impor dari lahan-lahan pertanian raksasa di California. Ironi negeri
agraris dengan ribuan insinyur pertanian yang ternyata lebih tertarik bekerja
di bank, jadi pegawai negeri dan perusahaan multinasional yang gak ada
hubungannya dengan pertanian. Jadilah tanaman yang sudah dibudidayakan oleh
manusia sejak 3500 tahun lalu di Asia Timur ini seperti tidak mendapatkan
tempat di lahan-lahan petani kita...
Sejujurnya, makanan ini paling enak
diracik oleh ibu saya, karena beliaulah yang pertama kali “menciptakan”nya... setidaknya pengalaman
indera pengecap saya tentang sambel tempe, referensinya adalah selalu dari
beliau. Istri saya yang tahu ini makanan kesukaan saya, perlu beberapa kali trial and error untuk mendapatkan rasa
yang otentik. Besarnya cinta kami mampu melengkapi kekurang otentikan rasa asli
sambel tempe.. (he...he..) Begitupun dengan chef kantor dulu, Ma Mae dan Pa Suyud
(alm) yang bersusah payah meracik makanan tersebut....
Baiklah... saya akan berbagi
rahasia resep sambel tempe tersebut. Karena ini rahasia, tentu saja takarannya
saya tidak bisa berikan. Biarkan ini jadi misteri dan rahasia besar.
Bahan-bahannya sbb :
-
Tempe yang segar (saya lebih suka yang biji
kedelainya besar-besar)
-
Cabe merah
-
Cabe rawit
-
Bawang merah
-
Bawang putih
-
Garam
-
Gula
-
Terasi
Tips: Jangan lupa tambahkan
sesendok cinta dan passion agar rasanya merekah seperti mawar di kebun bunga
istana.
Semua bahan tersebut dikukus...
biasanya suka dikukus didalam nasi yang mau matang, tentu saja pakai alas ya..
bisa piring kecil. Jadi nanti nasinya
bertambah sedap... meski mungkin juga jadi bercampur rasa terasi... Bisa saja sih dikukus tanpa bareng nasi, ini
hanya kebiasaan saja dulu untuk menghemat bahan bakar minyak. Setelah matang
atau lebih pasnya layu (ciri-cirinya begitu ditambah dengan bau harum bumbunya
keluar), bumbu diuleg sampai halus... untuk tingkat kepedasannya tentu saja
sesuai selera, mau level 1, 3, 5 atau 999 juga boleh.. he..he..
Setelah itu, tempe diuleg atau
dimasukin ke cowet (tahu cowet ya?? Ini tempat buat nguleg sambel... tapi jangan pake blender ya.. gak akan orisinil
nanti rasanya). Tempenya jangan diuleg halus.. kasar aja. Jadi tekstur tempenya
masih keliatan. Rasa yang tercipta adalah perpaduan antara manis dan asin dengan sentuhan aroma terasi dan rekahan aroma bawang merah kukus. Yes.. finally tinggal
cari nasi panas dan lebih lengkap pakai kerupuk. This is it.... Sambel tempe ala chef Farah Quinn.... eh.. ala
Kadarnya maksud saya...
Sambel tempe
Simbol keprihatinan
Simbol perlawanan untuk harga yang melambung tinggi
Syimbolize of me.
Bandung, 14073013
No comments:
Post a Comment